BISNIS OBAT HEWAN TERUS TUMBUH MESKI BANYAK PERUBAHAN KEBIJAKAN |
Written by sekretariat |
Tuesday, 30 January 2018 15:26 |
JAKARTA, Selasa 23 Januari 2018. Ketua Umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) Drh Irawati Fari menuturkan, pertumbuhan bisnis di Indonesia khususnya bidang obat hewan sepanjang tahun 2017 kemarin relatif masih tumbuh di atas angka pertumbuhan rata-rata ekonomi dunia yang melambat. Bahkan beberapa perusahaan obat hewan di Indonesia masih bisa mencatatkan pertumbuhan double digit meskipun diterpa berbagai peristiwa dan pergeseran arah perubahan kebijakan. Hal tersebut disampaikan Drh Irawati saat menjadi tamu kehormatan pada acara Annual Meeting PT Gallus Indonesia Utama yang diselenggarakan pada Selasa (23/1) di Hotel Sahati, Jakarta. Ia menambahkan, bukti bahwa bisnis obat hewan terus tumbuh salah satunya adalah hampir setiap bulan sepanjang tahun 2017 selalu ada 1-2 perusahaan obat hewan baru yang mendaftarkan diri sebagai anggota ASOHI baik perusahaan lokal maupun PMA. Secara terpisah, Sekretaris Jenderal ASOHI Akhmad Harris Priyadi juga menuturkan, bahwa ASOHI meyakini kebijakan pelarangan penggunaan antibiotik pemacu pertumbuhan (AGP) yang efektif mulai 1 Januari 2018 tidak akan mengganggu bisnis obat hewan. Sebaliknya, sejumlah kebijakan seperti penghentian impor jagung dan dibebaskannya impor daging justru dikhawatirkan akan menggerus pasar obat hewan. Harris menuturkan pelaku industri obat hewan telah sepakat mendukung larangan AGP sejalan dengan kampanye kesadaraan penggunaan antibiotik. Industri sepakat tidak menggunakan antibiotik dalam pakan. "Kami sudah sepakat tidak menggunakan antibiotik lagi dalam pakan. Di Indonesia, pengganti AGP sudah tersedia. Dari segi bisnis tidak berubah, hanya jenis impor yang berubah," kata Harris belum lama ini. Meski demikian, ASOHI mengingatkan tidak adanya penggunaan antibiotik dalam pakan harus diikuti dengan praktek pemeliharaan yang baik dengan menjaga kesehatan dan lingkungan. Ini menjadi tugas perusahaan dan pemerintah melakukan pendampingan. Selain itu, penghentian impor jagung yang tidak diikuti peningkatan produksi dalam negeri, justru menekan peternak karena harga jagung tinggi. Ini berakibat daya saing produk ternak unggas lebih rendah dari negara ASEAN lainnya. Sejalan dengan itu, peternak semakin tertekan karena harga di tingkat peternak sepanjang tahun 2017 tidak menutup biaya produksi. (WK) |
Ruang Iklan
Kurs IDR
sumber: KlikBCA.com
|
Sentra Download ASOHI
Calculator
Visitors Counter
Today | 1497 | |
Yesterday | 2607 | |
This week | 11450 | |
This month | 48253 | |
All | 6229997 |