PEMERINTAH JAMIN DAGING KERBAU IMPOR TAK GESER DAGING SAPI LOKAL Print
Written by sekretariat   
Thursday, 22 June 2017 11:45

JAKARTA, Kamis 8 Juni 2017. Menanggapi pemberitaan yang ada di media terkait dengan banjirnya daging kerbau impor di pasar yang berdampak terhadap usaha peternakan rakyat, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian menyampaikan, Pemerintah tetap konsisten memprioritaskan dan memperhatikan usaha peternakan rakyat dan keberadaan ternak lokal untuk pemenuhan daging sapi dalam negeri. I Ketut Diarmita selaku Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian menyatakan, impor daging kerbau hanya bersifat sementara (temporer).

Menurut I Ketut Diarmita, impor ini dilakukan mengingat ketersediaan produksi daging sapi lokal tahun 2017 belum mencukupi kebutuhan nasional. Berdasarkan prognosa produksi daging sapi di dalam negeri tahun 2017 sebesar 354.770 ton, sedangkan perkiraan kebutuhan daging sapi di dalam negeri tahun 2017 sebesar 604.968 ton, sehingga untuk memenuhi kekurangannya dipenuhi dengan impor, baik dalam bentuk impor sapi bakalan maupun daging.

I Ketut Diarmita kembali menegaskan bahwa pemasukan daging kerbau ke Indonesia melalui penugasan dari Pemerintah kepada BULOG, bertujuan bukan untuk mengguncang harga daging sapi lokal, tetapi untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang belum bisa menjangkau harga daging sapi agar ada alternatif bagi mereka untuk menjangkaunya.

Kontroversi yang terjadi di masyarakat, lebih dikarenakan pada harga jual daging kerbau ex impor yang jauh lebih murah dari harga daging sapi lokal, sehingga dikhawatirkan akan mengurangi permintaan daging sapi lokal.

"Pemerintah memastikan, dengan adanya kebijakan impor ini tidak akan menimbulkan distorsi harga dan tertekannya harga ternak lokal yang menyebabkan menurunnya pemotongan sapi lokal di RPH," tegas I Ketut Diarmita.

Lebih lanjut disampaikan, saat ini distribusi daging kerbau ex-impor diprioritaskan hanya untuk daerah-daerah sentra konsumen dan dapat diedarkan ke daerah lain sepanjang tidak ada penolakan dari Pemerintah Daerah setempat.

"Impor tersebut untuk memenuhi kebutuhan, sementara sapi-sapi milik peternak dapat berkembangbiak dengan baik, terutama untuk menghindari pengurasan sapi lokal karena meningkatnya permintaan, sehingga menyebabkan adanya pemotongan sapi betina produktif," ungkap I Ketut Diarmita. (WK)