BOGOR, 7-8 November 2024. Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) bekerjasama dengan Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO Ectad Indonesia) serta dukungan proyek Global Health: Science and Practice (GHSP) dari USAID, mengadakan pertemuan advokasi untuk penyusunan panduan peresepan hewan populatif, terutama unggas dalam rangka pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba (AMR) di bidang kesehatan hewan.
Kegiatan yang digelar di Hotel Grand Savero Pajajaran-Bogor ini juga melibatkan dan didukung oleh asosiasi dalam kerangka kemitraan pemerintah dengan swasta diantaranya Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia ADHPI), dan Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) dan Center for Indonesia Veterinary Analitical Studies (CIVAS).
Pada kesempatan ini ASOHI diwakili oleh Waka 2 Drh Andi Wijanarko dan Ketua Sub Bidang Produsen Drh Sugiyono di hari pertama. Sementara di hari kedua ASOHI diwakili oleh Waka 2 Drh Andi Wijanarko dan Sekjen Drh Forlin Tinora.
Pertemuan ini bertujuan memperkuat sistem kesehatan hewan secara bertanggung jawab, yang diharapkan mampu mendukung kesehatan masyarakat veteriner dan keberlanjutan industri peternakan unggas di Indonesia.
Arif Wicaksono, Ketua Kelompok Pengawasan Obat Hewan Ditjen PKH, menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, asosiasi, dan sektor swasta dalam menciptakan ekosistem kesehatan hewan yang efektif.
“Dengan panduan peresepan yang jelas, diharapkan dapat memperkuat sistem kesehatan hewan nasional, sekaligus mengurangi risiko penyalahgunaan obat yang bisa berdampak pada kesehatan masyarakat veteriner dan konsumen,” ujar Arif.
Erianto Nugroho, perwakilan dari FAO ECTAD Indonesia, menambahkan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya global untuk meningkatkan ketahanan kesehatan menyeluruh (one health) serta memperlambat laju resistensi antimikroba. “Pendekatan yang berbasis pada bukti dan standar yang ketat sangat diperlukan, tidak hanya untuk menjaga kesejahteraan hewan, tetapi juga untuk melindungi kesehatan manusia,” jelas Erianto.
Panduan ini merupakan bagian dari komitmen berkelanjutan pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kesehatan hewan dan kesejahteraan peternak, serta mendukung pencapaian target produksi pangan asal hewan yang aman, berkualitas, bebas residu antibiotik dan mendukung Program Makan Bergizi Gratis yang dicanangkan Presiden Prabowo. (WK)