TANTANGAN DAN PELUANG PETERNAKAN MENYONGSONG 2025

BEKASI, Rabu 20 November 2024. Masih dari laporan Seminar Nasional Outlook Bisnis Peternakan 2025 yang diselenggarakan oleh ASOHI di Hotel Avenzel Cibubur, Jawa Barat. Sektor peternakan di Indonesia memainkan peran besar dalam konsumsi protein masyarakat, mencapai 81 % kontribusi dari hasil produksi ternak. Di dalamnya, unggas menjadi andalan utama dengan kontribusi 60 % dari PDB peternakan.

Namun, Achmad Dawami, Ketua Umum GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas), juga menyoroti tantangan utama, termasuk rantai pasok yang panjang dan fluktuasi harga akibat oversupply produk ternak seperti ayam dan telur.

“Tahun 2024, kita masih menghadapi gejolak harga akibat suplai karkas unggas yang melimpah. Diperlukan keseimbangan antara supply dan demand agar pasar lebih stabil,” ungkap Dawami.

Meski menghadapi tantangan, Dawami mencatat pertumbuhan signifikan di sektor peternakan. Jumlah perusahaan yang mengimpor Grand Parent Stock ayam meningkat dari 12 menjadi 23 dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, jumlah pabrik pakan ternak telah mencapai lebih dari 110 dengan kapasitas produksi hampir 30 juta ton per tahun.

“Pertumbuhan industri ini mencerminkan peluang besar bagi pengembangan peternakan nasional, namun harus disertai perencanaan yang matang,” jelasnya.

Sementara itu, Hidayatur Rahman, Wakil Ketua Umum Pinsar, berfokus pada pentingnya regulasi yang lebih baik untuk melindungi peternak lokal, terutama dalam hal pengendalian harga bahan baku seperti jagung. “Harga jagung pernah mencapai Rp 9.000 per kg, sehingga beban biaya produksi melonjak drastis,” ujarnya.

Kondisi ini memukul peternak, terutama mereka yang bergerak di sektor broiler, karena sering harus menjual di bawah Harga Acuan Pemerintah (HAP). Menyambut 2025, outlook sektor peternakan menunjukkan potensi positif jika tantangan ini dapat diatasi. Salah satu peluang yang muncul adalah Program MBG yang dicanangkan pemerintah.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Desianto Budi Utomo, menyatakan bahwa kapasitas produksi pakan nasional saat ini mencapai 31 juta ton, tetapi produksi aktual baru sekitar 21,5 juta ton.

“Dengan kapasitas yang ada, kita sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan, namun tetap ada tantangan dari sisi bahan baku yang 60-65 % masih bergantung pada impor,” ungkapnya.

Kenaikan nilai tukar dolar menjadi perhatian serius karena dapat mempengaruhi biaya produksi. Produksi pakan unggas masih mendominasi hingga 90 % dari total pakan ternak, di mana unggas menjadi kontributor utama daging ayam dan telur sebagai sumber protein nasional. Jagung sebagai bahan baku utama memberikan kontribusi hingga 70 %, namun menghadapi persaingan dengan kebutuhan ruminansia.

“Kondisi ini membutuhkan pengelolaan stok jagung yang lebih efisien agar kebutuhan semua sektor dapat terpenuhi,” ujar Desianto. (WK)

Scroll to Top